Bubur Kacang Ijo “Silvia”

Bubur Kacang Ijo

Bubur Kacang Ijo, Enak disantap selagi panas, ”Makanan murah, meriah, & bergizi tinggi”

Hari masih agak gelap, jarum jam baru menunjuk ke angka 6 pagi. Ketika Silvia menyusun mangkok dan merapikan letak gerobak ”Bubur Kacang Ijo” agar tidak terlalu menjorok ke jalan. Berjualan Bubur Kacang Hijau di tepi jalan El-Tari Kupang ini sudah dilakoni Silvia selama 3 sd 4 tahun ini. Memang tidak ada alternatif usaha yang laen bagi wanita seusia beliau, apa lagi ditunjang dengan pendidikan rendah… apalah yang bisa dikerjakanny

”Makan disini Boss”, itu ucapan pertama yang keluar dari Silvia ketika Aku menghampiri gerobaknya, sekedar untuk mencoba menikmati ”burnas, bubur panas” kacang ijo di pagi hari itu sehabis berjoging ria. Memang sudah kebiasan masyarakat di Kota Kupang untuk memanggil orang yang kelihatannya perlente dengan istilah ”Boss” atau ”Om”. Tidak apalah, tidak masalah, mungkin mendoakan semoga bisa jadi ”Boss” yang sebenarnya..Setidak-tidaknya jadi boss diri sendirilah.

Sosok si Silvia ini sebenarnya tidak menggambarkan sterotipe ”tukang Bubur Kacang Ijo”, bila dilihat penampilannya yang rapih dan berpakain modis, rambut pendek, bercelana jeans pula. Selayaknya ia menjadi wanita kantoran atau wanita karier lah, kalau saja pendidikannya mendukung.

Menikmati burnas (bubur panas) kacang ijo di pagi hari memang nikmat, walaupun di trotoar jalan.

Di pagi hari itu belum banyak kenderaan yang lewat. Dengan hanya merogoh kocek Rp 3500 sudah dapat semangkok burnas. Cukup untuk sarapan pagi. Apa lagi sambil ditemani ngobrol ama si Silvia tambah mantap, bisa enggak terasa habis semangkok…wkwkwk.

Bagi yang tidak mau makan ditempat, bisa juga dibungkus untuk dibawa pulang.

Namun ada kenikmatan dan “sensasi” tersendiri makan bubur di kala panas di tempat penjualnya langsung..Bubur Kacang Ijo “Silvia”.

”Banyak sich yang makan bubur kacang ijo datang bermobil, atau pasangan anak muda bermotor makan disini” tutur Silvia,.

Maklum jalan El-Tari khususnya depan rumah Dinas Gubernur NTT merupakan areal pedagang Bubur Kacang Ijo baik pagi maupun sore hingga malam hari, selain penjual ”Jagung Bakar” tentunya.

”Modal usaha bubur kacang ijo ini enggaklah besar. Cukup beberapa puluh ribu rupiah untuk membeli kacang Ijo, gula pasir, kelapa dan sedikit terigu sebagai pengental bubur, pulut hitam., kecuali kalau dari awal, perlu modal untuk beli gerobak, mangkok, sendok, kompor, dandang besar untuk memasak bubur” tambah Silvia.

”Tapi disini ada juga teman-teman yang hanya menjualkan saja, hanya ambil upahan dari pemilik usaha”.

”bos burnas dari mana” tanya Ku.

”ada dari jawa , ada juga orang-orang sini”, balas Silvia

”bagus tu..”

Itu sekelimut pembicaraanku dengan Silvia.

Enggak terasa sudah satu jam Aku ngobrol dengan si Silvia. Jam sudah menunjukkan pukul 7.00, sudah mulai banyak kendaraan lalu lalang di jalan El-Tari, baik yang mau berangkat kerja ataupun anak-anak sekolah.

”Ma kasih Kakak…Aku pulang dulu”..Kataku serasa pamit mau balik ke rumah.

”Nanti mampir ke sini lagi yach”, dengan tersenyum Silvia berucap, sembari membereskan mangkok kotor.

”Burnas Kacang Ijo jalan El-tari Ku kan datang lagi”

(ini cerita sedikit fiksi, seandainya ada penjual burnas kacang ijo kayak silvia..wkwkwk..eiiii)

4 pemikiran pada “Bubur Kacang Ijo “Silvia”

  1. Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Agoes….

    Alhamdulillah, pagi-pagi sudah menyantap enak bubur kacang ijo. Saya juga suka bubur kacang hijau (ijo) dan selalu memasaknya untuk dimakan waktu santai sebelah petang (sore). Kalau makan di musim hujan pasti lebih lazat ya.

    Salam sejahtera dari Sarikei, Sarawak.

Tinggalkan komentar