Lele “dari Tabu menjadi Butuh”

Sikka (2010). “Upaya menciptakan diversifikasi pangan”. Dengan hanya mengandalkan kolam-kolam berukuran sekitar 3 x 4 m. Dibatasi dengan anyaman bamboo untuk memperkuat dinding kolam inilah Pak Wanto Ketua Komite FNS Desa Tanarawa (35 tahun) memulai uji coba budidaya Ikan Lele. Kolam-kolam kecil tersebut berfungsi sebagai tempat pembesaran bibit-bibit ikan lele. Bibit Ikan lele tersebut dibeli dari kolam pembibitan yang ada di pastoran tak jauh dari desa Tanarawa, dimana beliau tinggal.

Suatu langkah yang dapat dibilang berani dan melawan arus, mengingat Ikan Lele merupakan “PIRE” atau Tabu bagi masyarakat desa ini untuk di konsumsi. Padahal dengan jumlah kepala  keluarga sebanyak 307 KK tersebar di 3 Kampung. Kampung Wolometang, Lemak dan Tanah Kepi dengan mengkonsumsi Ikan Lele cukup membantu ketersedian gizi keluarga dan anak-anak.  Selain itu masih tersedianya peluang pasar yang cukup besar, terutama bisa mensuplai kebutuhan kota Maumere, mengingat desa ini tidaklah terlalu jauh dari ibukota kabupaten Sikka tersebut.

 

Melihat kondisi tersebut, setelah mendapatkan pengetahuan secukupnya dan berbekal dengan potensi alam Desa Tanarawa yang mengalir sungai kecil dengan air yang selalu ada sepanjang tahun Pak Wanto mencoba Budidaya Ikan Lele di lahan belakang rumahnya.

 

“Budidaya Ikan lele termasuk mudah dan hemat air, apalagi untuk makanannya cukup banyak tersedia di sini, cukup dengan umpan bekicot atau keong yang telah di potong-potong, memberikan pertumbuhan Ikan Lele cukup baik.” Kata Pak Wanto, ketika ada Kunjungan Tim Dinas Perikanan Kab.Sikka pada saat panen perdana Ikan Lele di kolamnya (18/02/2010)

Pak Wanto…”sang Pioner”

“Saya merasa bangga  dengan adanya program FNS karena selama ini memiliki dampak positif bagi masyarakat terutama untuk perubahan pola pengasuhan anak, dimana keluarga mulai mengasuh anak secara baik terutama melalui kegiatan pos gizi dimana terjadi penurunan angka gizi kurang. Selain itu adanya perubahan pemahaman masyarakat terutama dalam hal penanaman sayur dan pemeliharan lele yang semula menjadi Pire atau Pemali akan tetapi setelah membuat contoh dan ada hasil masyarakat mulai memilih” lebih lanjut urai Pak Wanto.

Saat ini budidaya Ikan Lele sudah tidak menjadi PIRE (Tabu)  lagi, Ikan Lele sudah  dibuidayakan masyarakat, baik secara berkelompok diwadahi dalam kelompok tani maupun secara perorangan, tak ketinggalan juga tokoh-tokoh masyarakat ikut berpartisipasi membudidayakan  ikan Lele ini. Bolehlah dapat dikatakan, Ikan Lele; dari tabu menjadi butuh.

Melihat keberhasilan pengembangan budidaya Ikan Lele di Desa Tanarawa tersebut mendapat  dukungan dari Dinas Perikanan Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur yang akan mengalokasikan bibit Ikan Lele untuk tahun anggaran 2011.

Salam

13 pemikiran pada “Lele “dari Tabu menjadi Butuh”

  1. Apa Khabar Bang Agus. Lama tak berkunjung ke blog abang. semoga abang dan keluarga serta kita semua selalu dalam lindungan Allah Swt. Amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s